ISTIQOMAH - PROFESIONAL - AMANAH


Oleh: Kompol Drs.Taufik Rohman, SH. MH.**
Kasubbag Bimluh Biro Binamitra Polda Jabar


Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS.Al-Israa: 1)

1. MAHA SUCI ALLAH (sub-haana): Kalimat tasbih pada ayat ini menurut Quraish Shihab menunjukkan bahwa perbuatan Allah adalah sempurna. Menunjukkan pula bahwa peristiwa Israa Mikraj merupakan peristiwa murni kehendak Allah, tanpa adanya doa atau permintaan dari Muhammad. Orang yang meminta pasti sudah ada semacam infomasi pendahuluan atau imajinasi terhadap sesuatu yang dimintanya itu. Sedangkan dalam peristiwa ini Muhammad tidak menduga sama sekali, dan tidak pernah terlintas dalam khayalan manusia. Israa Mikraj suci dari campur tangan ataupun pengaruh di luar kehendak Allah.

2. MEMPERJALANKAN (al-ladi asraa): Muhammad dijalankan oleh Allah, jadi bukan Muhammad jalan dengan sendirinya, akan tetapi atas mukjizat dari Allah.

3. HAMBANYA (bi-abdihi): Penyebutan hamba (bukan rasul), ini untuk menunjukkan kekuasaan yang tak terbatas RAJA atau Penguasa terhadap hambanya. Allah-lah RAJA dan Penguasa yang tak terbatas itu. Pada diri hamba dituntut kesetiaan dan ketaatan mutlak.

4. MALAM (lailaa): Malam adalah ilustrasi waktu atau saat suasana hening, dimana batin atau jiwa lebih mudah untuk berkonsentrasi. Kesiapan jiwa atau batin ini menjadi sesuatu yang penting dan mendasar, karena peristiwa yang akan dialami adalah peristiwa yang maha besar dan ajaib yang menurut logika manusia merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Maka untuk menerima dan mengalami peristiwa besar itu jiwa dan batin (Muhammad) harus disucikan atau dalam keadaan suci/ hening dari permasalahan-permasalahan duniawi, agar mampu menerima apa yang akan difirmankan Allah.

5. DARI AL MASJIDIL KHAROM KE AL MASJIDIL AQSHO (Minal masjidil kharoom illal masjidil aqsho): Penggunaan kata tempat, yaitu dari masjid ke masjid (sebagai simbul DZIKR/ imani) dan bukan dengan kata dari Makkah (tempat masjidil Haram) ke Palestina (tempat masjidil Aqshoo), menunjukkan bahwa perjalanan Muhammad ini adalah perjalanan yang penuh makna imaniah, yang juga harus dipahami dengan sikap ketaatan secara serta merta (sami'na waato'na) dan tanpa syarat. Perjalanan yang menempuh jarak ribuan kilometer ini, dilakukan Muhammad dalam sebagaian malam yang singkat, tentu karena atas kehendak Allah. Perjalanan kilat ini mengandung “sifat malaikat”, dan ini merupakan kekusaan Allah dan menunjukkan betapa peristiwa ini adalah kehendak Allah yang suci dari campur tangan dari kehendak Muhammad. Disebutkan pula dalam suatu hadist bahwa Muhammad juga melakukan perjalanan dari Al Masjidil Aqsho ke Sidrotul Munthaha. Sidrotul Munthaha adalah suatu tempat atau maqom dimana Muhammad langsung “menghadap” Allah untuk menerima perintah (tidak melalui malaikat atau isyarat) yaitu menerima perintah mendirikan sholat. Peristiwa ini mengandung sifat malaikat, ditambah sifat kemu'jizatan yang diberikan oleh Allah. Meski Muhammad menghadap Allah, namun bukan berarti mengetahui wujud Allah. Sebab Allah maha besar dan tidak terbatasi oleh dimensi waktu dan dimensi ruang, sehingga mustahil wujud Allah dapat tangkap indra mata. Peristiwa ini tidak mungkin terjangkau oleh nalar manusia, sebab nalar manusia hanya mampu menerima peristiwa-peristiwa alami, yang dapat diprediksi atau dirunut kejadiannya. Sedangkan Israa Mikraj adalah peristiwa Illahiah. Beberapa contoh peristiwa yang diceritakan Al-Quran yang tidak bisa dijangkau nalar manusia (peristiwa Ilahiah):

a. Sifat air atau benda cair, yang pasti akan mengalir ke tempat yang lebih rendah: Dalam peristiwa pengejaran terhadap Nabi Musa oleh Firaun, tongkat Nabi Musa mampu membelah dan menghentikan mengalirnya air. Ini merupakan kekuasaan Allah atau terkena “Hukum Illahiah”. (QS.26: 45, 63, 64, 65, 66).

b. Sifat alami api adalah panas dan membakar: tetapi hukum illahiah api tidak membakar Nabi Ibrahim ketika dirinya dibakar oleh Raja Namruj yang sombong lagi kejam. Sifat api panas, namun dalam peristiwa pembakaran tersebut Nabi Ibrahim merasa dingin, hal ini terkena hukum Illahiah (QS.3: ayat 49).

c. Sifat bayi dalam buaian tidak bisa langsung dapat berbicara: tetapi hukum Illahiah Nabi Isa putra Maryam mampu berbicara ketika masih bayi dalam buaian (QS.3: ayat 36)

6. TEMPAT YANG TELAH KAMI BERKAHI SEKELILINGNYA (Al-ladi baaroqna haulaahu): Maksudnya wilayah tersebut, sepanjang perlintasan perjalanan Muhammad, telah diberkhati Allah dengan dengan kenyataan bahwa Nabi-Nabi diturunkan atau dilahirkan di daerah tersebut. Dan juga daerah tersebut merupakan wilayah yang kaya akan minyak. Bahkan keberkahan wilayah tersebut berdampak pula bagi keberkahan wilayah-wilayah disekitarnya.

7. KAMI PERLIHATKAN (Linuriah): Muhammad diberi kemampuan (alat), yaitu Nur Ilahiah oleh Allah untuk mampu melihat suasana sepanjang perjalanannya yang jauh namun dalam waktu yang sangat singkat. Seperti diriwayatkan dalam hadist bahwa Kemampuan melihat dan mengingat Muhammad ini teruji dan terbukti ketika beberapa sahabat yang ragu atau tidak percaya mengajukan beberapa pertanyaan tentang apa yang dilihat oleh Muhammad sepanjang perjalanan. Dan Muhammad mampu menjawab tanda kebenaran atas peristiwa yang dialami dan dilihatnya adalah akan datangnya beberapa kafilah/ saudagar yang mengendarai unta akan memasuki Makkah. Ini adalah suatu bukti.

8. SEBAGAIAN DARI TANDA-TANDA (KEBESARAN) KAMI (Min aayaatinaa): Ini menunjukan bahwa Allah mengingatkan/ menunjukkan kebesaran dan kekuasaannya yang sangat besar dan mutlak. Peristiwa israa mikraj adalah sesuatu yang mudah bagi Allah, karena Allah maha kuasa atas segala sesuatu. Tersiratnya ayat “tanda-tanda kekuasaan” ini sebetulnya mengandung makna untuk mengingatkan manusia bahwa peristiwa ini harus diterima dengan proses imani meskipun logika manusia tidak bisa menerima.

9. SESUNGGUHNYA ALLAH MAHA MENDENGAR (Inahu huasamiu): Dengan cerita Muhammad tentang kejadian Israa Mikraj tersebut maka banyak sahabat yang bergunjing karena ragu-ragu, dan Allah mendengar guncingan mereka, dan akhirnya ada sebagaian dari mereka yang menjadi kafir kembali dan mendustai Muhammad. Namun ada juga yang akhirnya bertambah kuat imannya, seperti halnya Abu Bakar yang seketika mempercayai peristiwa isra Mikraj Muhammad. Bahkan menurut riwayat (Hadist), Abu Bakar akan mempercayai kejadian yang lebih hebat dari peristiwa isra mikraj, jika yang mengucapkan adalah Muhammad, manusia yang tak pernah berdusta, sehingga Abu Bakar diberi gelar as-sidik (orang yang kekuatan imannya mendahului/ mengesampingkan logika).

10. MAHA MELIHAT (Al-basyiir): Allah melihat (tahu), siapa yang menganggap Muhammad gila dengan cerita israa mikraj. Allah juga melihat (tahu) siapa yang dihatinya masih terdapat keraguan. Allah juga melihat (tahu) siapa yang imannya bertambah kuat. Peristiwa Israa mikraj ini pada tataran filosofis akhirnya membedakan antara siapa yang kafir atau mengingkari Allah dan Muhammad, serta siapa yang sungguh-sungguh beriman.

Kata ‘abdihi, biasa diterjemahkan “hamba-Nya”. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah volume 7 menjelaskan bahwa, dalam khasanah kamus-kamus bahasa, asal kata abdi memiliki dua makna, yaitu untuk menggambarkan “Anak panah yang kokoh” (KEKOKOHAN), dan “tumbuhan yang mempunyai aroma yang harum” (LEMBUT dan HARUM). Jadi makna hamba, abdi atau pelayan, seharusnya memiliki karakteristik, KOKOH, LEMBUT dan HARUM.


Masih ingatkah kita bahwa POLRI seringkali menyebut dirinya sebagai pelindung dan pelayan masyarakat, dan para PNS yang selalu mengaku sebagai abdi negara dan bangsa? Atau para anggota DPR/DPRD yang selalu dalam penyebutannya selalu dikaitkan dengan kata-kata "terhormat" dan wakil rakyat. Adakah setiap diri mereka memahami maknanya? Bisakah seorang menjadi kokoh, lembut dan harum, sedang pada saat yang lain ia tak mampu mengendalikan dirinya sendiri terhadap godaan syahwat duniawi, kekuasaan dan kewenangan, yang membawanya kepada pengkhiatan terhadap kehormatan diri, tugas dan tanggungjawabnya?

Bisakah kekokohan suatu gedung hanya dari unsur semen semata? Atau besi semata? Atau batubata semata? Atau pasir semata? TIDAK. Semua unsur harus bersinergis. Tak ada unsur yang paling hebat tanpa dukungan unsur yang lain. Dan akhirnya kualitas pribadi masing-masing akan menjadi indikator seberapa besar pengabdian seseorang itu, dan bukan dari kursi dimana ia duduk. Tanyakan pada dirimu sendiri, PECUNDANG atau ABDI kah dirimu sebenarnya?

Bagimana mungkin bunga tercium harum kalau didalamnya tersimpan bangkai? Bangkai kerakusan, bangkai kesewenang-wenangan, bangkai keculasan. Bisakah bau busuk dibungkus dengan sutra? TIDAK. Oleh karena itu kita harus saling mengingatkan.

Bagaimana mungkin kelembutan bisa dirasakan, kalau tatapan mata memancarkan ketidakadilan, merendahkan yang satu dan meninggikan yang lain? Bagaimana mungkin hati menjadi lembut kalau tak ada iba tergerak membantu mereka yang tertindas dan terdzolimi? Bagaimana sikap menjadi lembut kalau ada kemarahan dihati karena selalu menuntut tanpa mampu memberi? Bagaimana perilaku menjadi lembut kalau hati penuh dengan keinginan berbuat kejam, keji, menindas, iri, dengki dan dendam. TIDAK. Oleh karena itu kita harus memupuk kasih sayang.

Mungkin kita harus merenung sejenak, barangkali masyarakat sebenarnya mentertawakan kita, karena kita pecundang. Barangkali mereka juga "cemas dan merasa aneh" melihat kita yang bangga berada dalam jalur yang salah, tetapi sementara kita sendiri merasa bahwa kita adalah pejuang bangsa dan abdi masyarakat. Kalau Begitu ini IRONI. Waallahu a’lam

3 Comments:

  1. BL said...
    Ada yang harus pula diingat, ternyata masuk surga tidak tergantung pangkat dan jabatan di dunia, tetapi amaliah didunia
    Resty's Blog said...
    saya tertarik dengan artikel2 yang anda tulis.. sangat berkesan sekali..
    apalg anda mencantum kan alamat blog anda..
    seperti nya polisi2 di polda jabar ini banyak sekali yang berprestasi ya.. saya juga pernah membaca artikel ttg kompol sulasno, beliau dikatakan polisi yang hobi menulis buku, tp sayang sekali saya tidak dapat menemukan blog atau otobiography dari kompol sulasno. jika anda mengetahui tolong saya di infokan. terima kasih
    Anonim said...
    annury : senang sekali membaca tulisan2 bapak, tegas, lugas, terimakasih pak.

Post a Comment



Designer: Douglas Bowman | Dimodifikasi oleh Abdul Munir Original Posting Rounders 3 Column