ISTIQOMAH - PROFESIONAL - AMANAH

Sekali Ini Saja: INTELKAM




KEBISUAN INTELEJEN

Oleh: Kompol Drs. Taufik Rohman, SH., MH. // Kasubbag Bimluh Ro Binamitra Polda Jabar // Anak seorang petani

Inti tulisan ini pernah dimuat di Koran lokal di Kalimantan Timur, sebagai hadiah buat teman sekamar ketika sama-sama mengikuti pendidikan Kejuruan di Pudik Resintel Mega Mendung Bogor, yang klipingnya di kirim pada penulis. Meskipun telah bekerja keras, teman tadi merasa hasil kerjanya tak mudah membuat pimpinannya "dermawan" memberi pujian, sebagaiman didapatkan oleh rekannya di fungsi reserse kriminal maupun lalu lintas. Tetapi katanya, DIA bangga menjadi seorang intelejen.

Sebagai polisi dengan pendidikan kejuruan analis inteljen, tapi tidak pernah dinas dalam komunitas inteljen, penulis merasa beruntung dapat menerapkan ilmu intel tidak hanya dalam menyalurkan hobby sebagai polisi tetapi sebagai frame dalam bergaul dikomunitas yang lebih luas. ANEH. Tapi harus Penulis akui, sepanjang penghayatan penulis sebagai polisi yang bergaul dengan rekan-rekan komunitas inteljen dan pernah mengikuti pendidikan kejuruan selama 2 bulan, maka penulis mengerti dan yakin bahwa “gaya bergaul yang penuh moral dan etika kebisuan” lah yang akan memberi kepuasan batin, seorang intel sejati. Silabus moral dan etika intelejen tidak terakomodasi dalam kurikulum pendidikan polisi, atau semata cognition, tetapi suatu filosofi dan keyakinan yang terserap melalui pengamatan, penghayatan dan afirmasi terhadap bukti-bukti nyata, bahwa profesi polisi itu mulia, dan ia harus bekerja dengan cara yang mulia pula, dan itu artinya bahwa cara hidup mulia adalah style and affection of life.

Membiarkan orang lain banyak bicara, karena hakekatnya semua orang senang omongannya didengarkan, dan intelejen merekam sambil mengail banyak informasi. Talk less and do more. Bukan perbuatannya tetapi sumbangan informasi intelejen yang akuratlah yang mengindikasikan eksistensinya sebagai seorang inteljen.

Dunia inteljen adalah dunia how to win friends and influence people, and than themself to do without order. Sehingga ia bekerja pada tataran ide dan gagasan, bukan tataran “konkrit” yang kasat mata. Ia bermain di tataran fenomena, kemudian membentuk suatu konsepsi dan akhirnya menuangkannya dalam strategi taktis dan teknis, sampai kepada menejemen resiko. Oleh karena itu pekerjaan intel hakekatnya adalah ekspresi kecerdasan. Teknik bergaul “orang intel” juga sangat khas dan “smart”. Ia amat pandai menerapkan konsep bagaimana “memantik” kehangatan untuk mewujudkan rasa “kita” dan menghindari konsep “kami dan mereka”, yang hanya akan menyulitkan tugas pulbaketnya ataupun daya aruhnya. (baca tulisan tentang 13 peringatan intelejen di http://polisi-sholeh.blogspot.com). Itulah kenapa kehadiran inteljen justru baru disadari manakala seorang inteljen telah meninggalkan tempat.

Dunia intlejen memang serba bisu, dan ironinya adalah suatu lapangan terbuka yang siapa saja bisa menorehkan komentar terhadapnya. Dunia intelejen tak pernah membela diri melalui kata-kata, apakah secara lisan maupun tulisan. Dunia intelejen selalu menampilkan sosok yang sangat mudah untuk disalah pahami bahkan dinistakan. Bahkan sejak jaman Orde Baru berkuasa sampai saat inipun belum pernah ada pembelaan terhadap peran intelejen. Tidak juga oleh Presiden Suharto sekalipun, yang amat diyakini kekuasaannya ditopang oleh kekuatan intelejen saat itu. Maka tidak aneh bila di kalangan intelejen, yang muncul adalah perasaan keterasingan. Tertanam kuat terhadap prinsip profesinya sehingga munculah kepilusenduan, “hilang tidak dicari, mati tidak diakui, berhasil tidak dipuji, gagal dicaci maki”.

Penulis ngeri memaknai kata-kata sendu itu, tapi sekaligus bangga, karena kata-kata itu menyiratkan keikhlasan yang luar biasa. Tapi penulis juga skeptis melihat betapa rekan-rekan di bagian reserse criminal (misalnya Tim Bom Bali) mendapat pujian dan penghargaan kenaikan pangkat serta "fasilitas" yang menurut penulis boleh dibilang “excessive”, dan membuat ciut nyali hati rekan-rekan penganut mahzab “berhasil tidak dipuji, gagal dicaci maki” dan mahzab Binkamtibmas. Tidak ada kritik apalagi protes, tetapi jelas hal itu tidak boleh diartikan sebagai legitimasi. Sekali lagi dalam bahasa intelejen kebisuan adalah jejak yang harus dimaknai.

Seorang inteljen bukanlah petarung, tetapi dia adalah yang berhasil menanam kegelisahan di dalam pikiran orang, atau berhasil menghimpun isi pikiran orang, dan memberinya jalan bagi orang-orang itu untuk dengan relahati berbuat seperti yang intelejen kehendaki. Intelejen bukanlah politikus yang ingin dikenal karena provokasinya dan ingin mewarnai lingkungannya. Bukan pula sosok preman di arena perjudian, yang berpenampilan dingin nyaris tanpa ekspresi. Intelejen minded jauh dari personofikasi intel melayu, yang serba menampilkan kekonyolan. Intelejen sejati adalah jejak dimana setiap bekas tapak kakinya adalah sub-sub factor dan factor keberhasilan dari setiap kinerja Kepolisian. Ia tak peduli dengan penghargaan, karena ia telah mendapatkan penghargaan sejak awal tugasnya, yaitu “Bangga menjadi seorang intelejen Kepolisian”.

Jadi kompetensi komunikasi yang harus dipunyai oleh seorang inteljen adalah keahlian mendengar, dari pada keahlian berbicara. Melihat yang tak nampak atau metafisis. Melihat hilir ketika beban ada dihulu. Seorang intelejen adalah seorang yang bekerja selagi orang lain tidur. Dan tetap terjaga ketika orang lain sibuk.

3 Comments:

  1. Unknown said...
    Assalamu'alaikum. Ilmu merupakan harta abstrak titipan Allah Subhanahu wata'ala kepada seluruh manusia yang akan bertambah bila terus diamalkan, salah satu pengamalannya adalah dengan membagi-bagikan ilmu itu kepada yang membutuhkan. Janganlah sombong dengan ilmu yang sedikit. Jika Allah Subhanahu wata'ala berkehendak, ilmu itu akan sirna dalam sekejap. Beritahulah orang yang tidak tahu, tunjukilah orang yang minta petunjuk, amalkanlah ilmu itu sebatas yang kita mampu. Punten, walaupun Akang belum pernah dinas di Intelkam, sudikiranya tetap menurunkan tulisan-tulisan Keilmuan Intelijen. Apa yang disajikan tentu harus sudah melewati kompartemen ketat sehingga seputar hal yang laik untuk publik saja yang disajikan. Misal: kiat-kiat membumikan intelligence minded dalam masyarakat kita, terutama pada level akar rumput, dengan bertumpu pada peringatan dini, penyelematan dan memenangkan persaingan. Diantos atuh, kang. Hatur nuhun.
    BL said...
    Aswrwb Mas Taufik: Saya suka gaya bahasa tulisan Mas. Gemana kalo Mas rutin nulis tentang Intel Kepolisian? Saya bosan baca tekbooks intelejen, abstrak. Saya tahu Mas ada waktu untuk berbagi ilmu. Dosa lho kalo ilmu ga diamalkan atau disebarluaskan. Maaf saya ga begitu pinter, makanya ilustrasikan dg hal-hal yg konkrit ya?! Trimakasih.
    Unknown said...
    Salam buat bapak ini saya dari Polisi Timor Leste saat ini saya sedang membaca artikel bapak dan saya sendiri tertarik dengan artikel ini pak dapatkah bapak sedikit membrikan pengetahuan bapak mengenai teknik dan taktik intelijen yang baik dalam menyelusuri sebuak perkara yang sedikit rumit? maksih bayak atas jawaban bapak.

Post a Comment



Designer: Douglas Bowman | Dimodifikasi oleh Abdul Munir Original Posting Rounders 3 Column