HIKMAH MENGHADAPI KESULITAN*)
Oleh: Komisaris Polisi Drs. Taufik Rohman, SH. MH.
Hadist diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a., disebutkan:
Pada suatu hari Rasulullah SAW berjalan melewati seorang wanita yang sedang menangis di atas kuburan. Maka Nabi SAW bersabda, “Takutlah Engkau pada Allah dan bersabarlah”. Di jawab oleh wanita itu, “pergilah Engkau dariku. Engkau tidak menderita musibah seperti musibahku ini”. Wanita itu tidak tahu bahwa yang berbicara itu adalah Rasulullah. Kemudian dia diberitahu bahwa itu tadi adalah Nabi SAW. Maka segeralah wanita itu pergi ke rumah nabi dan di
“innama syobru indaa shotmatil uula”
Perhatikan benar-benar ungkapan Nabi SAW di atas, bahwa kesabaran itu adalah “Innama syobru Indaa shotmatil uula” (sesungguhnya kesabaran pada pukulan yang pertama). Allah tidak menciptakan kesulitan atau musibah yang abadi. Musibah memang pahit, tetapi itu sementara waktu saja, yaitu ketika tahap awal. Sesudah itu keadaan akan kembali seperti semula. Jadi yang dibutuhkan dalam menghadapi musibah adalah kekuatan bersabar terutama ketika pertama kali musibah itu menimpa. Apabila kita sudah bisa beradabtasi dengan keadaan… maka rasa pahit itu akan berangsur hilang. Disini yang dibutuhkan adalah kesiapan bersabar di setiap waktu, sebab kesulitan atau musibah itu bisa datang kapan saja. Kesulitan itu bisa datang karena sengaja kita “undang”, namun kerap juga hal itu datang tanpa diundang.
Banyak hal yang harus dipahami ketika kita menghadapi persoalan sulit. Dan seringkali kita tidak menyadari bahwa sesungguhnya permasalahan menjadi lebih rumit dan sulit karena cara berfikir kita menghadapi kesulitan itu sendiri yang salah. Beberapa hal mendasar tentang kesulitan haruslah kita pahami:
1. Harus disadari bahwa realita hidup yang kita jalani ini adalah pergulatan menghadapi kesulitan. Justru dengan kesulitan inilah maka amanah kemanusia menjadi lebih dapat kita rasakan. Allah menganugerahkan kepada manusia potensi; AKAL, HATI dan KEINGINAN2, tentulah karena Allah hendak memberikan beban amanah kemanusian, untuk dihadapi, dan diatasi, sebagai kholifatul fil ardi. Kalau kita mengingkari kesulitan atau selalu lari dari kesulitan, atau selalu ingin menyelesaikan kesulitan dengan menghalalkan segala cara, karena dorongan selalu ingin memuaskan syahwat dunianya, maka kita akan terpuruk menjadi manusia dzolim dan bodoh.Sesungguhnya Kami telah mengemukakan (menawarkan) amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung (artinya mahluk Allah selain manusia) maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dzalim dan bodoh. (AL-AHZAB: 72)
2. Kesulitan adalah hal yang universal, ada manfaatnya, dan milik semua orang, hanya bentuk dan kadarnya saja yang berbeda.
Wahai Rabb Kami, tidakkah Engkau ciptakan semua ini sia-sia. Mahasuci Engkau (dari berbuat sia-sia). Maka jauhkanlah kami dari siksa neraka (Ali-Imron: 191)
3. Kesulitan adalah sunnatullah, yaitu hukum yang telah Allah tetapkan. Kesulitan ini dapat menjadi pemilah mana manusia yang teruji (senantiasa sabar dan iklas) dan mana manusia yang gagal
Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (Al-Baqoroh: 155)
4. Bahwa kadar kesulitan yang menimpa setiap orang setara dengan kesanggupannya untuk memikul kesulitan itu. Allah tidak berbuat dzalim dengan memberi kesulitan yang diluar batas kemampuan hambanya.
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya (Al-Baqoroh:286)
5. Bahwa di balik setiap kesulitan ada karunia kemudahan
Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Alam Nasyrah: 5-6)
Kesulitan kerap dipandang dari satu sisi saja, yaitu dari sisi negative. Jarang orang berani mencoba berprasangka baik bila kesulitan itu datang padanya. Yang kerap dibayangkan adalah sisi-sisi buruk dari kesulitan itu. Maka wajar jika kemudian kita cenderung merasa kesal dengan tiap-tiap kesulitan yang muncul. Tetapi apabila kita berani menghadapi kesulitan, maka kita akan memperoleh banyak manfaat:
Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan (saja) mengatakan, “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? (Al-Ankabut: 2)
Kesulitan dijadikan Allah sebagai sarana untuk menyeleksi tingkat keimanan hambaNya, sekaligus pula sebagai sarana untuk mengangkat derajat orang itu apabila ia mampu keluar dari kesulitan atau musibah yang menimpa dirinya, dengan tetap tawakal kepada ALLAH SWT.
Manfaat kesulitan:
1. Kesulitan akan menghasilkan pengetahuan (ilmu) dan meningkatkan keimanan
2. Kesulitan akan menempa kekuatan manusia menjadi lebih kuat lagi
3. Kesulitan adalah tangga sekaligus pintu meraih prestasi. Jadikan kesulitan (hambatan) menjadi tantangan, jadikan tantangan menjadi peluang, dan jadikan setiap peluang untuk meraih prestasi
4. Kesulitan menjadi sarana bagi Allah untuk memberi balasan pahala bagi hamba-hambanya yang sabar dan iklas, bahkan Allah menghapus dosa-dosanya.
Dari Ibnu Masud r.a., Rosullullah bersabda:
“Tiada seorang muslim menderita sakit atau ditimpa musibah apa saja, baik karena tertusuk duri ataupun yang lebih dari itu, kecuali Allah melepaskan (menghapus) dosanya, seperti rontoknya daun dari pohonnya (Hds. Mutafaq “alaih).
“Menakjubkan urusan seorang mukmin itu. tiap-tiap urusannya baginya menjadi kebaikan. Tidak ditemukan hal itu pada seorang pun kecuali hanya pada diri mukmin. Jika dia memperoleh kebaikan (atau keberuntungan), dia bersyukur, maka hal itu menjadi kebaikan baginya. Jika memperoleh keburukan (atau musibah), dia bersabar, maka hal ini menjadi kebaikan juga baginya”. (HR. Muslim)
Garut, 09 M e i 2008
2. Makalah ini ditulis sebagai materi acuan khotbah Sholat Jumat di Masjid “Nurul Hakim” Mapolwil Priangan Garut, tanggal 09 Mei 2008.