ISTIQOMAH - PROFESIONAL - AMANAH

KULIAH HAM STH GARUT - SEBELAS

HAM DALAM PROSES PENEGAKAN HUKUM

Suatu prinsip yang paling mendasar dalam setiap tatanan Negara demokrasi atau Negara hukum adalah adalah prinsip non diskriminasi. Prinsip ini dianggap sebagai asal muasal dari semua prinsip-prinsip lainnya.
Pengertian diskriminasi adalah pembedaan, pelarangan, pembatasan atau pengutamaan apapun yang dilakukan atas dasar perbedaan (pada dasar ini perbedaan itu kodrati/ alamiah) rasa, warna kulit, jender, jenis kelamin, orientasi seksual, usia, bahasa dan latar belakang ekonomi, politik maupun social.
Secara keseluruhan, manusia dikaruniai hak-hak yang sama, yang tidak dapat dipisahkan. Sumber dari hak-hak tersebut adalah martabatnya dan nilai hakiki manusia yang melekat pada setiap diri manusia sebagai karunia Tuhan Sang Maha Pencipta. Di dalam ciptaannya, bahkan setiap perbedaan itu suatu perlambang kekuasaan Tuhan yang begitu besar, sehingga manusia di bumi sebagai sesama mahluk ciptaan Tuhan itu, tidak diperkenankan membuat suatu aturan yang pada akhirnya meninggikan satu golongan dan merendahkan golongan lainnya. Inilah yang disebut sebagai hak-hak yang bersifat universal. Dalam praktek manajerial kenegaraan kemudian melahirkan suatu determinasi antara “mengakui, dan mengatur” HAM.
Dalam penegakan hukum oleh aparat penegak hukum atau regulasi tertentu oleh penguasa/ pemerintah, maka harus menerapkan prinsip-prinsip non diskriminasi, sebab apabila terselenggara praktek pemerintahan atau penegakan hukum yang bersifat diskriminatif maka sesungguhnya runtuhlah nilai keberadaban suatu Negara, sehingga dapat disebut sebagai terjadinya praktek yang tidak beradab.

Prinsip dasar yang berhubungan dengan non diskriminatif adalah:
1. Hak untuk diakui sebagai manusia di depan hukum
Hak ini melahirsan suatu keharusan untuk mendapatkan perlakuan hukum yang sama (equality before the law) dan hak untuk diadili secara fair/ adil, sehingga seterusnya melahirkan prinsip praduga tidak bersalah (presumption of innocent) di dalam menjalani proses hukum. Agar seseorang dapat diadili secara adil, maka seluruh tindakan aparat penegak hukum terhadap seseorang yang menjadi tersangka atau terdakwa, haruslah pula dilakukan secara etis dan sesuai hukum yang mengatur tentang bagaimana tindakan investigasi itu dilakukan.
2. Ketidakterpisahkan Hak
Hak ini adalah tentang hak untuk mendapatkan akses yang sama dalam pelayanan umum yang diselenggarakan oleh suatu pemerintahan rakyat (demokrasi). Contoh dari prinsip ini adalah, hak setiap orang mengambil bagian dalam pemerintahan di negaranya, hak untuk memberi suara dalam pemilu yang bebas, dan rahasia.
3. Universalitas Hak

Pencegahan terselenggaranya praktek diskriminatif maka lahirlah instrument-instrumen umum, dan juga instrument-intrumen khusus, misalnya:
a. Konvensi internasional tentang Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial.
b. Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukumnan Kejahatan Apartheid
c. Konvensi tentang penghapusan semua Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan
d. Konvensi melawan Diskriminasi dalam pendidikan
e. Konvensi tentang Diskriminasi Pekerjaan dan Jabatan
f. Deklarasi tentang penghapusan semua bentuk ketidakrukunan dan Diskriminasi berdasarkan agama atau kepercayaan.
g. Deklarasi tentang Ras dan Prasangka Rasial.
Kegiatan investigasi kejahatan oleh Kepolisian di Negara manapun di dunia, dianggap langkah awal yang menentukan dalam proses peradilan pidana, karena investigasi merupakan prasyarat penting untuk menentukan apakah ada hal-hal yang perlu dipertimbangkan dan menjadi bagian dari unsur pembuktian di dalam proses persidangan di pengadilan. Hal ini juga penting bagi kebaikan masyarakat, karena kejahatan telah menylitkan masyarakat, merongrong rasa aman dalam kehidupan bermasyarakat.
Kegiatan mengatasi kejahatan jauh lebih penting sebagai statu kegiatan yang bersifat prefentif atau pre-emtif dari pada kegiatan represif. Oleh karena itu pola manjerial yang harus dahulukan adalah manjemen pro-aktif. Manjemen ini mengutamakan pada unsur membangun patnership, networking dan kepedulian dan mengasah kepekaan masyarakat agar mengenali gejala dan meniadakan ancaman, serta mengidentifikasi dan mencari solusi penyelesaian masalahnya, dengan menjadikan polisi sebagai patnership. Tetapi untuk kepentiangan proses hukum atau “pro-yustitia” maka polisi tetap harus mengandalkan pada tindakan-tindakan polisionilnya dengan tidak melanggar HAM Masyarakat, baik secara orang perorang maupun kelompok.
Sudah dapat dipastikan bahwa di dalam proses investigasi (penyelidikan ataupun penyidikan) aparat penegak hukum akan melakukan langkah atau tindakan yang berpotensi merugikan orang yang dicurigai atau diduga melakukan tindak pidana, atau yang sudah ditetapkan sebagai tersangka, dan mungkin juga dalam proses penegakan hukum terjadi melanggar HAM. Oleh karena itu maka tentang tindakan aparat hukum harus di atur tidak hanya pada code of conduct for law enforcement officials, yang bersifat garis besar dan berfungsi sebagai suatu stándar minimum perilaku, tetapi harus pula diatur dalam setiap tataran praktis tindakan-tindakannya di dalam hukum acara pidananya. Jadi agar setiap tindakan aparat penegak hukum tidak melanggar HAM maka wajib baginya memahami dan mematuhi peraturan-peraturan, prosedur baku, dan instrumen-instrumen internasional yang berkaitan dengan perlindungan HAM dan prosedur penegakan hukum. Itulah mengapa aparat penegak hukum seharusnya tidk hanya harus cerdas, tetapi juga harus bermoral, karena kekuasaan/ kewenangannya dimilikinya berpotensi melanggar HAM dan dapat menghancurkan kehidupan seseorang.
Persyaratan-persyaratan tentang perangkat HAM , termasuk sejumlah jaminan minimal yang dianggap penting untuk memperoleh hak atas pengadilan yang tidak berpihak. Jaminan-jaminan yang mempunyai implikasi/ dampak tertentu dalam penyelidikan dan penyidikan kasus kejahatan adalah:
 Diberitahukan segera dan secara rinci tentang kejahatan yang dituduhkan kepadanya
 Diadili tanpa difunda-tunda
 Memeriksa atau telah memeriksa saksi-saksi yang memberatkannya
 Bebas dari keharusan untuk memeberi kesaksian terhadap dirinya sendiri atau mengaku salah (hak ingkar)

Prinsip-Prinsip Penting dalam Investigasi:
Dalam investigasi ada prinsip-prinsip yang penting diperhatikan saat petugas mewawancarai saksi, korban dan tersangka, melakukan penggledahan orang, rumah, mobil, tempat-tempat tertentu yang terkait dengan terjadinya kejahatan, penyadapan, korespondensi dan komunikasi. Prinsip tersebut adalah:
 Setiap orang memiliki hak atas keamanan bagi dirinya
 Setiap orang memiliki hak untuk diadili secara adil
 Praduga tidak bersalah
 Tak seorangpun boleh menjadi sasaran campur tangan terhadap privasi, keluarga, rumah dan korespondensinya.
 Tak seseorangpun boleh menjadi sasaran serangan yang tidak berdasarkan hukum, terhadap martabat dan reputasinya.
 Tidak boleh ada tekanan fisik dan psikis yang disengaja dilakukan terhadap tersangka, saksi atau korban dalam upaya memperoleh informasi.
 Dilarang melakukan perbuatan yang tidak manusiawi dan merendahkankan.
 Korban harus diperlakukan dengan penuh empati
 Informasi yang sensitive dan rahasia harus dijaga dengan penuh kehati-hatian
 Tidak dibolehkan melakukan tekanan agar seseorang mengaku atau memberi kesaksian
 Investigasi harus dilakukan dengan sesuai hukum dan alasan yang tepat, dan tidak boleh dilakukan secara sewenang-wenang.

Campur Tangan Secara Sewenang-wenang Terhadap Privasi:
Privasi, kehormatan dan reputasi seseorang dilindungi oleh pasal 12 DUHAM.: “tidak seorangpun dapat diganggu dengan sewenang-wenang urusan pribaduinya, keluarganya, rumahtangganya atau hubungan surat0menyuratnya, juga tak diperkenankan pelanggaran atas kehormatannya dan nama baiknya. Setiap orang berhak mendapat perlindungan hukum terhadap gangguan atau pelanggaran seperti itu”.
Dengan adanya hak ini, maka tidak boleh ada campur tangan otoritas public, kecuali jika sesuai dengan hukum dan perlu dilakukan dalam sebuah masyarakat yang demokratis, untuk kepentingan keamanan nasional, keselamatan public atau kesejahteraan ekonomi sebuah Negara, mencegah ketidak tertiban atau kejahatan, melindungi fisik atau moral, atau untuk melindungi hak dan kebebasan orang lain. Penting dipertegas disini, bahwa para korban kejahatan harus pula diperlakukan dengan empati dengan menhahargai harkat martabatnya.

0 Comments:

Post a Comment



Designer: Douglas Bowman | Dimodifikasi oleh Abdul Munir Original Posting Rounders 3 Column